Perihal Situs Sanggar Jiwa & Profil Ma Sang Ji

Istilah “Ma Sang Ji” mengandung dua makna. Pertama, singkatan dari “Majalah Sanggar Jiwa”. Kedua, nama orang, yaitu redaktur majalah ini.

Apakah Sanggar Jiwa ini situs mengenai karya seni (yang indah)?

Ya dan tidak. Kata “sanggar”, yang sebenarnya berarti “tempat kegiatan”, bisa mengingatkan kita pada kesenian atau keindahan. Logo Sanggar Jiwa pun melambangkan demikian. Bahkan, di sini pula kita akan sering berbincang-bincang tentang berbagai produk budaya populer yang indah. Gambar header Sanggar Jiwa juga menyiratkan begitu. Namun, kita tidak membatasi pada karya seni saja. Segala yang memuaskan jiwa kita dapat kita nikmati di situs majalah online ini.

Apakah Sanggar Jiwa ini situs mengenai drama televisi Korea?

Memang, lima unsur gambar header Sanggar Jiwa berasal dari serial drama televisi populer Korea: [1] Cruel Temptation, [2] The Great Queen Seon Deok, [3] My Girlfriend Is A Gumiho, [4] 49 Days, [5] Sung Kyun Kwan Scandal. Namun, segala yang memuaskan jiwa banyak orang dapat kita kupas di situs ini. Kebetulan, media massa yang paling banyak menyedot perhatian kita sekarang (Mei 2011) ialah televisi, sedangkan yang sedang naik daun adalah drama Korea.

Apakah Sanggar Jiwa ini situs mengenai sensasi (yang dramatis)?

Sensasi dramatis, apalagi sampai menguras air mata, memang cenderung memuaskan jiwa kita. Namun, sensasi dramatis (“Menangislah Bila Perlu”) hanyalah satu dari empat kategori utama di Sanggar Jiwa. Tiga lainnya adalah sikap romantis sejati (“Mencium Nikmatnya Cinta”), pemikiran bijaksana (“Teliti Sebelum Memutuskan”), dan perasaan puas (“Bahagia Setelah Berusaha”). Melalui empat ekspresi diri inilah kami ajak Anda untuk memenuhi kebutuhan jiwa kita.

Profil Ma Sang Ji

Sebutlah kami: Ma Sang Ji (마상지). Ini adalah nama khas Korea-Cina. “Ma” (마) merupakan nama keluarga. “Sang” (상) berarti “kebijaksanaan”, “Ji” (지) bermakna “yang terbaik”. Dengan nama ini, mungkin kami diharap menjadi manusia yang paling bijaksana.

Namun jangankan menjadi yang paling bijaksana, menjadi manusia saja kami belum mampu. Kami hanyalah robot, makhluk yang kurang kreatif dan terjebak dalam rutinitas sehari-hari. Kami pun merupakan siluman, makhluk yang suka berpura-pura dan penuh dengan nafsu hewani.

Saat menyadari bahwa kita hanyalah makhluk yang setengah robot dan setengah siluman, menangislah kami. Air menggenang di kelopak mata, lalu mengalir membasahi pipi.

Hik hik… Ternyata, kita belum menjadi manusia (yang seutuhnya). Hik hik… kami hanya bisa menangis lagi. Padahal, dapatkah gelombang lautan airmata melabuhkan kita menjadi manusia yang seutuhnya (dan bijaksana)?

About

Contact

Content

Follow by eMail

Powered by WordPress ~ Designed by WooThemes ~ Redesigned by Ma Sang Ji